.jpg)
Bicara soal sepakbola tidak bisa dipisahkan dengan "sikulit bundar", klub-klub elite dan seabrek trik-trik, semuanya hanya akan menuju satu kata kemenangan. Namun kalau kita bisa memahami permainan sepakbola sama saja dengan permainan kehidupan di dunia ini. Siapa yang menguasai "kulit bundar kehidupan" di teamnya maka merekalah yang memiliki kesempatan besar untuk menang. Namun tentu harus tetap waspada karena bisa saja lawan memanfaatkan "serangan balik" untuk menekan kita dan inilah yang berbahaya dalam sebuah permainan sepak bola.
Apa yang terjadi dalam bisnis sebenarnya juga sama dengan apa yang terjadi pada permainan sepakbola. Sebuah perusahaan harus tetap waspada walaupun perusahaan ini telah menjadi "leader" karena sewaktu-waktu lawan bisa melakukan serangan balik sama seperti yang terjadi dalam sepakbola. Tentu kita bisa melihat bahkan bagi mereka yang pernah main bola mulai dari Sudar yang bermain di la
pangan kampung yang becek sampai sekaliber Ricardo Izecson Santos Leite yang dimanjakan dengan seabrek fasilitas di Rossoneri, mereka semua tiada pernah ada artinya tanpa 10 pemain lain. Sama saja yang terjadi di sebuah perusahaan sehebat apapun direktur sebuah perusahaan tak pernah akan berhasil tanpa kerjasama pekerjanya baik itu petugas kebersihan perusahaan, pekerja sampai jajaran elite perusahaan. Mereka semua adalah "pemain-pemain" yang keberadaannya menunjang keberhasilan menggiring bola ke gawang lawan hingga gol tercipta satu demi satu.

Kita juga bisa belajar arti kerjasama, tanggungjawab dan kepercayaan pada sepakbola. Bayangkan saja tanpa ada kerjasama, tanggungjawab masing-masing pemain dan rasa saling percaya tak pernah ada umpan manis dari seorang David Beckham ke seorang Owen atau seorang Ronaldo. Sekarang ini sepakbola telah tumbuh menjadi bisnis yang sangat menggiurkan seorang Roman Abrahamovic rela merogoh keceknya untuk menginvestasikan dana ke klub Chelsea, tidak mungkin beliau rela begitu saja, tentu potensi keuntungan telah menjadi pertimbangan beliau. Kita juga bisa melihat bagaimana klub-klub eropa begitu mudah mencari sponsor dan sahamnya pun banyak diminati. Bagaimana seorang perdana menteri Italia mendapatkan milyaran euro hanya dari "kulit bundar".
Lantas sebagai orang Indonesia tentu kita semua bertanya kapankah Indonesia punya lapangan yang bagus sekelas MU, pemain-pemain yang bisa masuk piala dunia. Kalau sebagain orang pesimis saya justru optimis hitung-hitung saja berapa banyak penduduk kita dan bandingkan dengan jumlah penduduk yang negaranya selalu masuk piala dunia. Kalau di Inggris ada 10 pemain tentu kita punya 100 pemain. Hanya saja olahraga merakyat ini memang belum benar-benar dirakyatkan. Kalau kita hanya berharap pada pemerintah bukankah mereka telah disibukkan dengan urusan bencana alam, lantas siapa yang harus memulai mendandani sepakbola indonesia tentu kita generasi muda. Yang hobi banget ama nonton sepakbola atau bermain sepakbola jangan hanya hobi saja berbuatlah yang lebih baik. Gabunglah dengan klub-klub walaupun itu hanya sekelas RT. Bermainlah secara profesional jangan sepakbola dijadikan arena adu jotos. Miris sebenarnya melihat sebuah event olahraga di Kampus saya yaitu POR, sebuah ajang yang sebenarnya ditujukan untuk menjalin persahabatan antar kelas berubah menjadi ajang adu jotos hanya sebuah gol. Bukankah di dalam kehidupan ini menang atau kalah adalah wajar. Kalau kita kalah kali ini belajar dari kekalahan karena sebenarnya kita akan lebih berhasil kalau kita bisa belajar dari kekalahan.
No comments:
Post a Comment