Saat aku masuk menjadi 11 team inti dan diwajibkan ikut karena memang kata pelatih pemain kurang. Kondisi badan yang tidak sehat dan pikiran yang tidak terkonsentrasi dilupakan saja kata 10 pemain lainnya. Sebenarnya bukan 10 pemain lainnya tepatnya hanya 1/3 dari 10 itu. Saya sendiri bimbang kalau saya tetap main, saya sendiri tidak tahu kuatkah atau mungkin saya akan tergeletak di tengah lapangan. Kalau saya tidak main, sepakbola yang identik dengan kesebelasan tidak mungkin menjadi kesepuluhan. Akhirnya saya memutuskan tetap main, karena beberapa hari ini saya tidak bisa menemui pelatih untuk meminta agar aku tidak dimainkan.
Aku main dengan posisi yang tidak aku mengerti. Ingin jadi beck ternyata sudah bercokol beck-beck tangguh. Ingin main sebagai gelandang bertahan pos ini sudah diisi juga. Ingin jadi gelandang serang kondisi tidak memungkinkan untuk menyerang. Ingin jadi penyerang ternyata ada beberapa penyerang yang selalu menunggu di depan. Pelatih selalu meneriakiku bahwa aku harus membantu penyerangan dan pertahanan. Tapi dari 10 pemain di teamku tidak semuanya menginginkan aku membawa bola.
Saat aku mendapat bola itu, aku bingung apakah bola itu harus aku operkan ataukah kubawa sendiri. Kalau aku bawa sendiri terlalu susah untuk membuat gol, kalau aku operkan ke kawan sulit juga karena diantara kami tidak ada saling pengertian. Misalkan aku menginginkan permainan oper-oper pendek sampai bola di depan gawang lawan, tapi mereka malah bermain umpan-umpan panjang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment